Husnudzon Di Jalan Allah memacu sikap optimis dalam hidup ... (bagian 1)
*.:。✿*゚゚・✿.。.:**.:。✿*゚゚・✿.。.:**.:。 ✿*゚゚・✿.。.:**.:。✿*゚゚・ ✿.。.:**.:。✿*゚゚・✿.。.:*
Subhanallah, Evi mendapat ilmu yang bermanfaat membaca isi khutbah atau ceramah yang diberikan Buya pada Khuthbah Idul Fitri 1430 H. Alhamdulillah..Semoga apa yang evi share kan ini bisa memberikan manfaat buat semua teman-teman evi di FB ini
*.:。✿*゚゚・✿.。.:**.:。✿*゚゚・✿.。.:**.:。 ✿*゚゚・✿.。.:**.:。✿*゚゚・ ✿.。.:**.:。✿*゚゚・✿.。.:*
Husnuz-Dzan Di Jalan Allah memacu sikap optimis dalam hidup
Oleh Buya H. Mas’oed Abidin
السلام عليكم ورحمة الله و بركاته
الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر كَبِيْرًا وَ اْلحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَ سُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَ أَصِيلاً لاَ ِإلَهَ إِلاَّ الله هُوَ الله أَكْبَر، الله أَكْبَر وَ ِلله الحَمْد. الحَمْدُ لله الذِي جَعَلَ العِيْدَ مُوْسِمًا لِلخَيْرَاتِ وَ جَعَلَ لَنَا مَا فيِ الأرضِ لِلعِمَارَات وَ زَرْعِ الحَسَنَاتِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ خَالِقُ الأرْض وَ السَّمَاوَات، و أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُه وَ رَسُوْله الدَّاعِي إِلىَ دِيْنِهِ بِأَوْضَحِ البَيِّنَات. اللهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِك عَلَى سَيِّدِالكَائِنَات، نَبِيِّنَا مُحَمَّد وَ عَلىَ آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ التَّابِعِيْنَ المُجْتَهِدِين لِنَصْرَةِ الدِّين وَ إِزَالةِ المُنْكَرَات. أُوْصِيْكُمْ وَ إِيَّاىَ بِتَقْوَى الله فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ ، الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحَمْد.
Allah Maha Besar,
Allah Maha Besar,
Allah Maha Besar,
Tiada tuhan selain Allah
yang Maha Besar.
Allah Maha Besar ...
dan segala puji hanya milik Allah.
Allah Maha Besar
sebesar-besarnya,
segala puji bagi-Nya
sebanyak-banyaknya,
Maha Suci Allah
dari pagi hingga petang.
Tiada tuhan selain Allah,
sendiri.
Yang benar janji-Nya,
yang memberi kemenangan kepada hamba-Nya,
yang memuliakan prajurit-Nya sendirian.
Tiada tuhan selain Allah,
dan kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah,
mengikhlaskan agama hanya kepada-Nya,
walaupun orang-orang kafir membenci.
Tiada tuhan selain Allah.
Allah Maha Besar,
bagi Allah-lah segala puji.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
BULAN KEMENANGAN
Pagi ini ratusan juta umat manusia
mengumandang kan takbir, tahlil, tasbih, dan tahmid.
Semua insan muttaqin menjadikan hari ini berzikir.
Mensyukuri nikmat Allah Azza wa Jalla ;
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
"Hai orang-orang yang beriman,
berzikirlah (dengan menyebut) Nama Allah,
zikir dengan sebanyak-banyakya."
(Q.S. Al Ahzab: 41)
Semilyar mulut menggumamkan kebesaran dan kesucian.
Mengucapkan takbir, tahmid, tahlil.
Serta pujian kepada Allah.
Sekian banyak pasang mata tertunduk
di hadapan kemaha-besaran Allah.
Sekian banyak hati diharu-biru
oleh kecamuk rasa bangga.
Haru dan bahagia.
Merayakan kemenangan besar.
Bertakbir, bertahmid dan bertahlil.
Berzikir, adalah satu wasilah
(cara) berkomunikasi dengan Allah.
Terutama di hari kemenangan
dari sebuah perjuangan melelahkan.
Melawan musuh di dalam diri sendiri.
Kata Ibnu Sirin,
"Aku tidak pernah punya urusan yang lebih pelik
ketimbang urusan jiwa ini."
Satu peperangan amat rumit.
Sebuah pertempuran melawan musuh.
Bernama nafsu syahwat dan syetan,
yang selalu menjerumuskan manusia ke lembah nista.
Kemenangan melawan hawa nafsu
adalah puncak kemenangan terbesar.
Hasan Bashari menyebutkan,
"Binatang binal tidak lebih memerlukan tali kekang
ketimbang jiwa dan nafsu ini.".
Kemenangan utama ini akan melahirkan kemenangan lain
dalam kancah kehidupan dunia.
"Berapa banyak terjadi golongan yang kecil (sedikit)
dapat mengalahkan golongan besar (banyak)
dengan izin Allah.
Dan Allah beserta orang-orang yang sabar (memiliki ketangguhan)."
(Al-Baqarah: 249).
Kemenangan yang lahir
dari ketangguhan jiwa dan kekuatan iman.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahi l-hamdu.
BERLATIH MENGGUNAKAN WAKTU
Sebulan lamanya kita berada di bulan suci penuh keberkahan.
Sarat dengan nilai iman takwa.
Mengantarkan kita kepada suasana batin amat indah.
Padat nilai-nilai pendidikan bagi kaum Muslimin.
Bulan Ramadhan melatih kita memberi perhatian kepada waktu.
Sungguh banyak manusia
yang tidak bisa menghargai dan memanfaatkan waktunya.
Ramadhan melatih kita selalu rindu kepada waktu shalat.
Barangkali diluar Ramadhan ....
seringkali waktu-waktu shalat itu terabaikan.
Ketika adzan terdengar berkumandang di kanan kiri telinga.
Namun kita masih terpaku dengan segala kesibukan.
Tidak tergerak bibir menjawab.
Apa lagi memenuhi panggilannya.
Kita biarkan suara Muadzin memantul di tembok rumah dan kantor.
Kemudian berlalu pergi.
Seakan angin lalu tanpa kesan.
Akan tetapi,
selama bulan Ramadhan,
kita selalu menunggu suara adzan.
Rindu dengan adzan Maghrib dan Shubuh.
Kita tempelkan Jadwal Imsakiyyah.
Bahkan,dan kita hafal menit dan detiknya.
Mudah-mudahan selepas Ramadhan ini,
rasa rindu kepada waktu shalat selalu terpelihara pada diri kita.
Waktu adalah kehidupan.
Siapa saja yang menyia-nyiakan waktu
berarti ia menyiakan-nyiakan hidupnya.
Ada survei ditahun 1980 bahwa Jepang adalah negara pertama
paling produktif dan efektif dalam menggunakan waktu.
Disusul Amerika dan Israel.
Subhanallah,
ternyata negara-negara itu kini menguasai dunia.
Padahal semsetinya, seorang muslim,
wajib menjadi yang paling disiplin dengan waktu.
Alquran mengisyaratkan pentingnya waktu bagi kehidupan.
Allah bersumpah dengan waktu.
Maka,
jika kita ingin menjadi manusia yang terhormat
di antara manusia dan bermartabat di sisi Allah,
hendaklah waktu diisi hal yang produktif,
untuk kepentingan dunia atau akhirat.
Waktu adalah ibarat mata pedang.
Manakala kita tidak memanfaatkan dengan baik,
maka waktu itu pula yang akan meretas kehidupan kita.
Na’udzubillah.
Allahu Akbar, walillahi l-hamdu.
TUMBUHKAN KETAATAN RAMAIKAN RUMAH IBADAH
Ramadhan melatih kita memakmurkan tempat-tempat ibadah;
masjid, mushalla, dan surau.
Gempita kita mendatangi rumah-rumah Allah di bulan ini.
Kita kerahkan anak istri meramaikan tempat ibadah ini.
Kita ramaikan dengan berbagai kegiatan.
Majelis ta’lim, pesantren dan safari Ramadhan.
Menembus hingga pelosok dusun terjauh.
Ketika menyaksikan suasana indah ini.
Mungkin saja, seseorang dari kita sempat berkhayal,
"Andai Ramadhan datang 12 kali setahun."
Begitu indah pemandangan ini.
Suara pujian dan doa sahut bersahut d
ari pengeras suara di antara masjid ke masjid.
Alam serasa hanyut dalam tasbih dan istighfar.
Di bawah naungan Asma’ al Husna.
Suasana ini perlu dipertahankan selepas Ramadhan.
Selalu mengajak keluarga memakmurkan masjid.
Sehingga kita layak mendapatkan janji Allah,
"Ada tujuh golongan manusia yang dinaungi Allah
dalam naungan-Nya di hari ...
di mana tidak ada naungan selian naungan Allah ...
dan (salah satu daripadanya adalah)
seseorang yang hatinya terikat dengan masjid."
Ramadhan melatih lebih mementingkan ketaatan kepada Allah.
Di saat saat kita masih lelah bekerja sepanjang siang.
Bertahan dengan rasa lapar dan dahaga.
Ketika mestinya beristirahat dari kepenatan.
Di kala itu pula,
kita rukuk dan sujud di dalam shalat tarawih atau qiyamu l-Lail Ramadhan.
Hanya satu harapan kita.
Mendapatkan ridha Allah.
Satu-satunya yang paling berharga dalam hidup Muslim.
Semangat ini mesti dipelihara tetap ada.
Walau Ramadhan pergi meninggalkan kita.
Ada kewajiban mempersembahkan apa yang kita miliki
untuk meraih keridhaan Allah.
Kita mesti selalu ingat kepada Nya.
Berzikir adalah perintah Allah.
Maka orang yang beriman adalah orang yang banyak berzikir.
Kurang iman, kurang zikir.
Tidak beriman tidak akan berzikir.
Berzikir berarti taat kepada perintah Allah.
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاَةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu),
ingatlah Allah (fazkurullaha) di waktu berdiri,
di waktu duduk, dan di waktu berbaring …”
(Q.S. An Nisa’ : 103)
Semestinya keridhaan Allah menjadi tujuan kita.
Tidak ada desah nafas, mulut bergerak, tangan berayun, kaki melangkah,
kecuali serasi dengan ikrar,
" Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku ...
hanya untuk Allah Tuhan semesta alam."
Ramadhan melatih kita untuk mempunyai rasa solidaritas sesama.
Dengan rasa lapar dan dahaga
kita di ingatkan kepada nasib sebagian dari saudara-saudara
yang kurang beruntung di dalam hidup ini.
Mereka setiap harinya selalu dirongrong rasa lapar dan dahaga.
Rasa kemanusiaan semacam ini nyaris mulai sirna dewasa ini.
Saat budaya hedonisme mulai mencabik peradaban.
Di saat mana manusia modern,
seringkali hanya disibukkan oleh urusan peribadi.
Nafsi-nafsi.
Akibat dari orientasi hidup
yang hanya memandang materi sebagai satu-satunya tujuan.
Tidak jarang,
untuk memenuhi ambisi kebendaan,
seseorang rela menghalalkan segala cara.
Allahu Akbar wa lillahi l-hamd
MENANAMKAN BAHAGIA DALAM MEMBERI
Bagaimana mungkin,
kita akan dapat merasakan nikmatnya bahagia
dan bahagianya nikmat pada hari ini.
Bila di samping kita ada orang menangis tersedu
merasakan kehampaan hidup.
Karena tidak punya.
Kecuali hanya nyawa berbungkus kulit.
Akan sirna semua kebahagiaan berhari raya.
Jika di keliling kita berserak orang yang masih menengadahkan tangan.
Mengharap sesuap nasi.
Cobalah dibayangkan.
Pada suasana lebaran ini.
Di pagi hari ketika Rasulullah SAW masih hidup.
Beliau keluar menuju tempat shalat ‘Idul Fithri.
Beliau melihat, ada seorang bocah termenung menyendiri.
Tatapan pandangnya menerawang.
Di tengah banyak teman sebaya bergembira ria.
Berpakaian baru pembelian ayah.
Di tangan mereka ada penganan enak.
Buatan ibu.
Dari kejauhan si bocah hanya bisa melihat.
Menikmati hari raya sambil bermenung.
Di dalam hati terasakan.
Alangkah gembira teman sebaya.
Gelak tawa penuh bahagia.
Dilihat diri.
Jauh berbeda.
Terasa nian badan tersisih.
Kemana ayah tempat meminta.
Kemana ibu tempat mengadu.
Rasulullah SAW lewat menghampiri.
Meletakkan telapak tangan Beliau di kepala si bocah.
Sambil bertanya,
“Kenapa dikau wahai anak?
Teman-temanmu gelak ketawa.
Dikau merana sedih menangis.
Gerangan apakah yang menyulitkan ?
Dengan nada tersendat,
kerongkongan tersumbat,
menahan perasaan.
Si bocah lugu menjawab,
“Wahai Rasul,
bagaimana diri tak akan sedih,
melihat teman bergembira ria.
Pulang ke rumah ada sanak saudara.
Lelah bermain ada ibu menghibur.
Duka di hati ada ayah yang menyahuti.
Diriku wahai Nabi.
Tiada ibu tempat mengadu.
Ayahpun sudah tiada.
Badan tinggal sebatang kara.
Yatim piatu aku kini.
Mendengar rintihan kalbu bocah yang bersih.
Mengharap belas kasih dengan tulus.
Seketika, Rasulullah SAW berkata,
“…maukah engkau wahai anak …,
jika rumah Rasulullah menjadi rumahmu …,
jika Ummul Mukminin menjadi ibumu …?”.
Jawaban spontan ini membuat wajah si bocah berseri.
Walau terdengar baru ajakan.
Harapan hidup sudah terbuka.
Diri tidak sendiri lagi.
Sirnalah air mata yang terurai karena sedih dan hampa.
Berganti air mata gembira,
lantaran bahagia.
Satu bukti substansil dari sabda Nabi SAW.
“Aku dan orang-orang yang menanggung anak yatim,
berada di sorga seperti ini .....
(lalu beliau mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya,
seraya memberi jarak keduanya)”
(HR.Bukhari, Abu Daud dan Tirmidzi, lihat Al-hadits As-Shahihah/Al-Bani:800).
Andaikan ada di masa kini, pintu rumah terbuka bagi si lemah.
Lapangan kerja tersedia bagi dhu’afak.
Tentulah merata bahagia, di tengah bangsa ini.
Allahu Akbar Wa Lillahi l-Hamd.
MENYUBURKAN KEPEDULIAN DAN KEPEKAAN SOSIAL
Solidaritas semacam ini perlu dipelihara dan aplikasikan.
Dalam hubungan dengan sesama manusia.
Melakukan shiyam sunnah, menjadi perlu,
di mana Islam telah mensyariatkan.
Manusia maju (modern) perlu melakukan puasa.
Guna melatih kepekaan social nya.
Para pejabat perlu melakukan puasa sunnah,
untuk merasakan derita sebagian besar bangsa ini.
Sehingga, muncul kebijakan berpihak kepada rakyat miskin.
Minimal dapat menurunkan gaya hidup kelas tinggi,
di tengah bangsa yang sedang menangis ini.
Andaikan ada pemimpin di zaman kini,
yang menolehkan pandang kepada si lemah,
yang tidak pernah mengenal rasa senang.
Alangkah indahnya hidup ini.
Di sinilah letak kemuliaan dan tanggung jawab umarak.
Melindungi orang lemah.
Memperbaiki silaturahim.
Menanam tekad memancangkan keadilan di tengah kehidupan
dengan saling menghormati.
السُّلْطَانُ ظِلُّ اللهِ فِى الأرْضِ، يَأوِى إِلَيْهِ الضَّعِيْفِ وَ بِهِ يَنْتَصِرُ المَظْلُوْمُ وَ مَنْ أَكْرَمَ سُلْطَانَ الله فِى الدُّنْيَا أَكْرَمَهُ اللهُ يَوْمَ القِيَامَةِ.
رواه ابن النجار عن أبي هريرة
“Penguasa (pemerintahan) yang dilindungi oleh Allah di bumi,
lantaran berlindung kepadanya orang lemah
dan karena orang teraniaya mendapatkan pertolongan (dengan adil).
Barang siapa di dunia memuliakan penguasa yang menjalankan perintah Allah,
niscaya orang itu di hari kiamat dimuliakan pula oleh Allah”
(Diriwayatkan oleh ibnu Najar dari Abu Hurairah).
Kita menyambut itikad baik dari pemimpin negeri membudayakan hidup sederhana.
Alangkah indah ajakan hidup sederhana diterapkan oleh semua pihak.
Bangsa ini masih terpuruk.
Rakyat kita masih menderita.
Kemiskinan menjadi pemandangan utama.
Di setiap sudut kota dan pelosok desa.
Tidaklah pantas memamerkan kemewahan di hadapan rakyat melarat.
Apalagi dengan menggunakan fasilitas negara.
Kita dianjurkan untuk hidup dalam keadaan zuhud.
Zuhud adalah sikap yang diajarkan Islam dalam hidup.
Az-Zuhri berkata,
"Zuhud bukanlah berpakaian yang kumal dan badan yang dekil.
Zuhud adalah memalingkan diri dari syahwat dunia."
Orang mukmin boleh kaya dan berjaya,
namun yang ada di hatinya hanyalah Allah semata.
Letakkan harta di tanganmu dan jangan letakkan di hatimu."
Demikian nasihat ulama.
Allahu Akbar, walillahi l-hamdu
KETAKWAAN BEKAL HIDUP
Amat banyak pelatihan dalam Diklat Ramadhan.
Besar hikmah disyariatkan shiyam sebulan penuh.
Agar sebelas bulan dalam setahun,
kita lalui dengan menerapkan nilai-nilai shaum Ramadhan itu.
Suasana spiritual yang dilatih selama sebulan Ramadhan ini
menjadi energi bagi kita mengarungi sebelas bulan berikutnya.
Agar predikat takwa benar benar terjaga dalam diri.
Ketakwaan adalah bekal hidup.
Modal menghadapi pengadilan Allah Azza wa Jalla.
"Sungguh sebaik-baik kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa,
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
(QS,49, Al Hujurat : 13)
Allahu Akbar, walillahi l-hamdu
MENGUBAH DIRI KE ARAH LEBIH BAIK
Ramadhan telah memberikan banyak perubahan dalam diri kita.
Mulai dari sikap, perilaku, dan paradigma dalam memandang hidup dan kehidupan.
Mestinya ini semua menjadi bekal untuk melakukan perubahan di masa depan.
Mampu mengantarkan hidup kita ke arah yang lebih baik.
Kehidupan yang kita lalui kini masih sulit.
Beban yang kita pikul semakin berat.
Sebagai bangsa, belum juga bisa keluar dari krisis multi dimensi.
Cukup pelik.
Pekerjaan kian sulit dicari.
Harga membumbung naik.
Angka pengangguran masih tinggi.
Bencana alam silih berganti.
Kejahatan masih merajalela.
Nilai-nilai luhur yang mestinya dijunjung tinggi, tidak diindahkan lagi.
Nyawa yang begitu mahal dan berharga, oleh semua agama dan ideologi,
kini menjadi taruhan yang sangat murah sekali.
Dari layar TV dan media kita saksikan peristiwa pembunuhan.
Menjadikan bulu kuduk berdiri.
Anak membantai ayah bundanya.
Suami mencincang istri.
Tetangga membunuh tetangga.
Saudara menggorok leher saudaranya.
Motifnya sama ....
lemah aqidah dan ekonomi.
Kita semua mesti bangkit untuk mengatasi semua kesulitan yang melanda bangsa ini.
Tidak akan pernah ada bekal terbaik
untuk menghadapi kondisi sulit ini
selain ketakwaan semata.
Di dalam lubuk hati umat Islam
mesti berkumandang
pernyataan tulus Khalifah Umar Ibnu Khattab ;
نَحْنُ قَوْمٌ أَعَزَّنَا الله بِالإِسْلاَم فَمَهْمَا ابْتَغَيْنَا العِزَّةَ بِغَيْرِ مَا أَعَزَّنَا اللهُ بِهِ أَذَلَّنَا اللهُ
رواه الحكم
“ Kita adalah umat yang telah dibikin berjaya oleh Allah
dengan bimbingan agama Islam.
Kalaulah (satu kali) kita ingin mencapai kejayaan lagi
dengan bimbingan selain agama Islam,
(sudah pasti)malah kehinaan yang akan ditimpakan Allah kepada kita.”
Di hari fitri.
Di tengah merayakan kemenangan besar.
Selesai melakukan pelatihan sebulan penuh.
Dalam nuansa kesucian masih terasa.
Di saat pikiran dan hati telah mengalami pencerahan oleh nilai-nilai ketakwaan.
Marilah kita menatap hari esok yang lebih baik.
Penuh optimisme.
Seorang Mukmin Muttaqin berpantang kehilangan asa.
Optimisme adalah harga mati.
Manakala kita ingin bangkit mengatasi berbagai kesulitan ini.
Allahu Akbar, walillahi l-hamdu.
Subhanallah, Evi mendapat ilmu yang bermanfaat membaca isi khutbah atau ceramah yang diberikan Buya pada Khuthbah Idul Fitri 1430 H. Alhamdulillah..Semoga apa yang evi share kan ini bisa memberikan manfaat buat semua teman-teman evi di FB ini
*.:。✿*゚゚・✿.。.:**.:。✿*゚゚・✿.。.:**.:。 ✿*゚゚・✿.。.:**.:。✿*゚゚・ ✿.。.:**.:。✿*゚゚・✿.。.:*
Husnuz-Dzan Di Jalan Allah memacu sikap optimis dalam hidup
Oleh Buya H. Mas’oed Abidin
السلام عليكم ورحمة الله و بركاته
الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر كَبِيْرًا وَ اْلحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَ سُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَ أَصِيلاً لاَ ِإلَهَ إِلاَّ الله هُوَ الله أَكْبَر، الله أَكْبَر وَ ِلله الحَمْد. الحَمْدُ لله الذِي جَعَلَ العِيْدَ مُوْسِمًا لِلخَيْرَاتِ وَ جَعَلَ لَنَا مَا فيِ الأرضِ لِلعِمَارَات وَ زَرْعِ الحَسَنَاتِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ خَالِقُ الأرْض وَ السَّمَاوَات، و أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُه وَ رَسُوْله الدَّاعِي إِلىَ دِيْنِهِ بِأَوْضَحِ البَيِّنَات. اللهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِك عَلَى سَيِّدِالكَائِنَات، نَبِيِّنَا مُحَمَّد وَ عَلىَ آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ التَّابِعِيْنَ المُجْتَهِدِين لِنَصْرَةِ الدِّين وَ إِزَالةِ المُنْكَرَات. أُوْصِيْكُمْ وَ إِيَّاىَ بِتَقْوَى الله فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ ، الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحَمْد.
Allah Maha Besar,
Allah Maha Besar,
Allah Maha Besar,
Tiada tuhan selain Allah
yang Maha Besar.
Allah Maha Besar ...
dan segala puji hanya milik Allah.
Allah Maha Besar
sebesar-besarnya,
segala puji bagi-Nya
sebanyak-banyaknya,
Maha Suci Allah
dari pagi hingga petang.
Tiada tuhan selain Allah,
sendiri.
Yang benar janji-Nya,
yang memberi kemenangan kepada hamba-Nya,
yang memuliakan prajurit-Nya sendirian.
Tiada tuhan selain Allah,
dan kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah,
mengikhlaskan agama hanya kepada-Nya,
walaupun orang-orang kafir membenci.
Tiada tuhan selain Allah.
Allah Maha Besar,
bagi Allah-lah segala puji.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
BULAN KEMENANGAN
Pagi ini ratusan juta umat manusia
mengumandang kan takbir, tahlil, tasbih, dan tahmid.
Semua insan muttaqin menjadikan hari ini berzikir.
Mensyukuri nikmat Allah Azza wa Jalla ;
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
"Hai orang-orang yang beriman,
berzikirlah (dengan menyebut) Nama Allah,
zikir dengan sebanyak-banyakya."
(Q.S. Al Ahzab: 41)
Semilyar mulut menggumamkan kebesaran dan kesucian.
Mengucapkan takbir, tahmid, tahlil.
Serta pujian kepada Allah.
Sekian banyak pasang mata tertunduk
di hadapan kemaha-besaran Allah.
Sekian banyak hati diharu-biru
oleh kecamuk rasa bangga.
Haru dan bahagia.
Merayakan kemenangan besar.
Bertakbir, bertahmid dan bertahlil.
Berzikir, adalah satu wasilah
(cara) berkomunikasi dengan Allah.
Terutama di hari kemenangan
dari sebuah perjuangan melelahkan.
Melawan musuh di dalam diri sendiri.
Kata Ibnu Sirin,
"Aku tidak pernah punya urusan yang lebih pelik
ketimbang urusan jiwa ini."
Satu peperangan amat rumit.
Sebuah pertempuran melawan musuh.
Bernama nafsu syahwat dan syetan,
yang selalu menjerumuskan manusia ke lembah nista.
Kemenangan melawan hawa nafsu
adalah puncak kemenangan terbesar.
Hasan Bashari menyebutkan,
"Binatang binal tidak lebih memerlukan tali kekang
ketimbang jiwa dan nafsu ini.".
Kemenangan utama ini akan melahirkan kemenangan lain
dalam kancah kehidupan dunia.
"Berapa banyak terjadi golongan yang kecil (sedikit)
dapat mengalahkan golongan besar (banyak)
dengan izin Allah.
Dan Allah beserta orang-orang yang sabar (memiliki ketangguhan)."
(Al-Baqarah: 249).
Kemenangan yang lahir
dari ketangguhan jiwa dan kekuatan iman.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahi l-hamdu.
BERLATIH MENGGUNAKAN WAKTU
Sebulan lamanya kita berada di bulan suci penuh keberkahan.
Sarat dengan nilai iman takwa.
Mengantarkan kita kepada suasana batin amat indah.
Padat nilai-nilai pendidikan bagi kaum Muslimin.
Bulan Ramadhan melatih kita memberi perhatian kepada waktu.
Sungguh banyak manusia
yang tidak bisa menghargai dan memanfaatkan waktunya.
Ramadhan melatih kita selalu rindu kepada waktu shalat.
Barangkali diluar Ramadhan ....
seringkali waktu-waktu shalat itu terabaikan.
Ketika adzan terdengar berkumandang di kanan kiri telinga.
Namun kita masih terpaku dengan segala kesibukan.
Tidak tergerak bibir menjawab.
Apa lagi memenuhi panggilannya.
Kita biarkan suara Muadzin memantul di tembok rumah dan kantor.
Kemudian berlalu pergi.
Seakan angin lalu tanpa kesan.
Akan tetapi,
selama bulan Ramadhan,
kita selalu menunggu suara adzan.
Rindu dengan adzan Maghrib dan Shubuh.
Kita tempelkan Jadwal Imsakiyyah.
Bahkan,dan kita hafal menit dan detiknya.
Mudah-mudahan selepas Ramadhan ini,
rasa rindu kepada waktu shalat selalu terpelihara pada diri kita.
Waktu adalah kehidupan.
Siapa saja yang menyia-nyiakan waktu
berarti ia menyiakan-nyiakan hidupnya.
Ada survei ditahun 1980 bahwa Jepang adalah negara pertama
paling produktif dan efektif dalam menggunakan waktu.
Disusul Amerika dan Israel.
Subhanallah,
ternyata negara-negara itu kini menguasai dunia.
Padahal semsetinya, seorang muslim,
wajib menjadi yang paling disiplin dengan waktu.
Alquran mengisyaratkan pentingnya waktu bagi kehidupan.
Allah bersumpah dengan waktu.
Maka,
jika kita ingin menjadi manusia yang terhormat
di antara manusia dan bermartabat di sisi Allah,
hendaklah waktu diisi hal yang produktif,
untuk kepentingan dunia atau akhirat.
Waktu adalah ibarat mata pedang.
Manakala kita tidak memanfaatkan dengan baik,
maka waktu itu pula yang akan meretas kehidupan kita.
Na’udzubillah.
Allahu Akbar, walillahi l-hamdu.
TUMBUHKAN KETAATAN RAMAIKAN RUMAH IBADAH
Ramadhan melatih kita memakmurkan tempat-tempat ibadah;
masjid, mushalla, dan surau.
Gempita kita mendatangi rumah-rumah Allah di bulan ini.
Kita kerahkan anak istri meramaikan tempat ibadah ini.
Kita ramaikan dengan berbagai kegiatan.
Majelis ta’lim, pesantren dan safari Ramadhan.
Menembus hingga pelosok dusun terjauh.
Ketika menyaksikan suasana indah ini.
Mungkin saja, seseorang dari kita sempat berkhayal,
"Andai Ramadhan datang 12 kali setahun."
Begitu indah pemandangan ini.
Suara pujian dan doa sahut bersahut d
ari pengeras suara di antara masjid ke masjid.
Alam serasa hanyut dalam tasbih dan istighfar.
Di bawah naungan Asma’ al Husna.
Suasana ini perlu dipertahankan selepas Ramadhan.
Selalu mengajak keluarga memakmurkan masjid.
Sehingga kita layak mendapatkan janji Allah,
"Ada tujuh golongan manusia yang dinaungi Allah
dalam naungan-Nya di hari ...
di mana tidak ada naungan selian naungan Allah ...
dan (salah satu daripadanya adalah)
seseorang yang hatinya terikat dengan masjid."
Ramadhan melatih lebih mementingkan ketaatan kepada Allah.
Di saat saat kita masih lelah bekerja sepanjang siang.
Bertahan dengan rasa lapar dan dahaga.
Ketika mestinya beristirahat dari kepenatan.
Di kala itu pula,
kita rukuk dan sujud di dalam shalat tarawih atau qiyamu l-Lail Ramadhan.
Hanya satu harapan kita.
Mendapatkan ridha Allah.
Satu-satunya yang paling berharga dalam hidup Muslim.
Semangat ini mesti dipelihara tetap ada.
Walau Ramadhan pergi meninggalkan kita.
Ada kewajiban mempersembahkan apa yang kita miliki
untuk meraih keridhaan Allah.
Kita mesti selalu ingat kepada Nya.
Berzikir adalah perintah Allah.
Maka orang yang beriman adalah orang yang banyak berzikir.
Kurang iman, kurang zikir.
Tidak beriman tidak akan berzikir.
Berzikir berarti taat kepada perintah Allah.
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاَةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu),
ingatlah Allah (fazkurullaha) di waktu berdiri,
di waktu duduk, dan di waktu berbaring …”
(Q.S. An Nisa’ : 103)
Semestinya keridhaan Allah menjadi tujuan kita.
Tidak ada desah nafas, mulut bergerak, tangan berayun, kaki melangkah,
kecuali serasi dengan ikrar,
" Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku ...
hanya untuk Allah Tuhan semesta alam."
Ramadhan melatih kita untuk mempunyai rasa solidaritas sesama.
Dengan rasa lapar dan dahaga
kita di ingatkan kepada nasib sebagian dari saudara-saudara
yang kurang beruntung di dalam hidup ini.
Mereka setiap harinya selalu dirongrong rasa lapar dan dahaga.
Rasa kemanusiaan semacam ini nyaris mulai sirna dewasa ini.
Saat budaya hedonisme mulai mencabik peradaban.
Di saat mana manusia modern,
seringkali hanya disibukkan oleh urusan peribadi.
Nafsi-nafsi.
Akibat dari orientasi hidup
yang hanya memandang materi sebagai satu-satunya tujuan.
Tidak jarang,
untuk memenuhi ambisi kebendaan,
seseorang rela menghalalkan segala cara.
Allahu Akbar wa lillahi l-hamd
MENANAMKAN BAHAGIA DALAM MEMBERI
Bagaimana mungkin,
kita akan dapat merasakan nikmatnya bahagia
dan bahagianya nikmat pada hari ini.
Bila di samping kita ada orang menangis tersedu
merasakan kehampaan hidup.
Karena tidak punya.
Kecuali hanya nyawa berbungkus kulit.
Akan sirna semua kebahagiaan berhari raya.
Jika di keliling kita berserak orang yang masih menengadahkan tangan.
Mengharap sesuap nasi.
Cobalah dibayangkan.
Pada suasana lebaran ini.
Di pagi hari ketika Rasulullah SAW masih hidup.
Beliau keluar menuju tempat shalat ‘Idul Fithri.
Beliau melihat, ada seorang bocah termenung menyendiri.
Tatapan pandangnya menerawang.
Di tengah banyak teman sebaya bergembira ria.
Berpakaian baru pembelian ayah.
Di tangan mereka ada penganan enak.
Buatan ibu.
Dari kejauhan si bocah hanya bisa melihat.
Menikmati hari raya sambil bermenung.
Di dalam hati terasakan.
Alangkah gembira teman sebaya.
Gelak tawa penuh bahagia.
Dilihat diri.
Jauh berbeda.
Terasa nian badan tersisih.
Kemana ayah tempat meminta.
Kemana ibu tempat mengadu.
Rasulullah SAW lewat menghampiri.
Meletakkan telapak tangan Beliau di kepala si bocah.
Sambil bertanya,
“Kenapa dikau wahai anak?
Teman-temanmu gelak ketawa.
Dikau merana sedih menangis.
Gerangan apakah yang menyulitkan ?
Dengan nada tersendat,
kerongkongan tersumbat,
menahan perasaan.
Si bocah lugu menjawab,
“Wahai Rasul,
bagaimana diri tak akan sedih,
melihat teman bergembira ria.
Pulang ke rumah ada sanak saudara.
Lelah bermain ada ibu menghibur.
Duka di hati ada ayah yang menyahuti.
Diriku wahai Nabi.
Tiada ibu tempat mengadu.
Ayahpun sudah tiada.
Badan tinggal sebatang kara.
Yatim piatu aku kini.
Mendengar rintihan kalbu bocah yang bersih.
Mengharap belas kasih dengan tulus.
Seketika, Rasulullah SAW berkata,
“…maukah engkau wahai anak …,
jika rumah Rasulullah menjadi rumahmu …,
jika Ummul Mukminin menjadi ibumu …?”.
Jawaban spontan ini membuat wajah si bocah berseri.
Walau terdengar baru ajakan.
Harapan hidup sudah terbuka.
Diri tidak sendiri lagi.
Sirnalah air mata yang terurai karena sedih dan hampa.
Berganti air mata gembira,
lantaran bahagia.
Satu bukti substansil dari sabda Nabi SAW.
“Aku dan orang-orang yang menanggung anak yatim,
berada di sorga seperti ini .....
(lalu beliau mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya,
seraya memberi jarak keduanya)”
(HR.Bukhari, Abu Daud dan Tirmidzi, lihat Al-hadits As-Shahihah/Al-Bani:800).
Andaikan ada di masa kini, pintu rumah terbuka bagi si lemah.
Lapangan kerja tersedia bagi dhu’afak.
Tentulah merata bahagia, di tengah bangsa ini.
Allahu Akbar Wa Lillahi l-Hamd.
MENYUBURKAN KEPEDULIAN DAN KEPEKAAN SOSIAL
Solidaritas semacam ini perlu dipelihara dan aplikasikan.
Dalam hubungan dengan sesama manusia.
Melakukan shiyam sunnah, menjadi perlu,
di mana Islam telah mensyariatkan.
Manusia maju (modern) perlu melakukan puasa.
Guna melatih kepekaan social nya.
Para pejabat perlu melakukan puasa sunnah,
untuk merasakan derita sebagian besar bangsa ini.
Sehingga, muncul kebijakan berpihak kepada rakyat miskin.
Minimal dapat menurunkan gaya hidup kelas tinggi,
di tengah bangsa yang sedang menangis ini.
Andaikan ada pemimpin di zaman kini,
yang menolehkan pandang kepada si lemah,
yang tidak pernah mengenal rasa senang.
Alangkah indahnya hidup ini.
Di sinilah letak kemuliaan dan tanggung jawab umarak.
Melindungi orang lemah.
Memperbaiki silaturahim.
Menanam tekad memancangkan keadilan di tengah kehidupan
dengan saling menghormati.
السُّلْطَانُ ظِلُّ اللهِ فِى الأرْضِ، يَأوِى إِلَيْهِ الضَّعِيْفِ وَ بِهِ يَنْتَصِرُ المَظْلُوْمُ وَ مَنْ أَكْرَمَ سُلْطَانَ الله فِى الدُّنْيَا أَكْرَمَهُ اللهُ يَوْمَ القِيَامَةِ.
رواه ابن النجار عن أبي هريرة
“Penguasa (pemerintahan) yang dilindungi oleh Allah di bumi,
lantaran berlindung kepadanya orang lemah
dan karena orang teraniaya mendapatkan pertolongan (dengan adil).
Barang siapa di dunia memuliakan penguasa yang menjalankan perintah Allah,
niscaya orang itu di hari kiamat dimuliakan pula oleh Allah”
(Diriwayatkan oleh ibnu Najar dari Abu Hurairah).
Kita menyambut itikad baik dari pemimpin negeri membudayakan hidup sederhana.
Alangkah indah ajakan hidup sederhana diterapkan oleh semua pihak.
Bangsa ini masih terpuruk.
Rakyat kita masih menderita.
Kemiskinan menjadi pemandangan utama.
Di setiap sudut kota dan pelosok desa.
Tidaklah pantas memamerkan kemewahan di hadapan rakyat melarat.
Apalagi dengan menggunakan fasilitas negara.
Kita dianjurkan untuk hidup dalam keadaan zuhud.
Zuhud adalah sikap yang diajarkan Islam dalam hidup.
Az-Zuhri berkata,
"Zuhud bukanlah berpakaian yang kumal dan badan yang dekil.
Zuhud adalah memalingkan diri dari syahwat dunia."
Orang mukmin boleh kaya dan berjaya,
namun yang ada di hatinya hanyalah Allah semata.
Letakkan harta di tanganmu dan jangan letakkan di hatimu."
Demikian nasihat ulama.
Allahu Akbar, walillahi l-hamdu
KETAKWAAN BEKAL HIDUP
Amat banyak pelatihan dalam Diklat Ramadhan.
Besar hikmah disyariatkan shiyam sebulan penuh.
Agar sebelas bulan dalam setahun,
kita lalui dengan menerapkan nilai-nilai shaum Ramadhan itu.
Suasana spiritual yang dilatih selama sebulan Ramadhan ini
menjadi energi bagi kita mengarungi sebelas bulan berikutnya.
Agar predikat takwa benar benar terjaga dalam diri.
Ketakwaan adalah bekal hidup.
Modal menghadapi pengadilan Allah Azza wa Jalla.
"Sungguh sebaik-baik kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa,
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
(QS,49, Al Hujurat : 13)
Allahu Akbar, walillahi l-hamdu
MENGUBAH DIRI KE ARAH LEBIH BAIK
Ramadhan telah memberikan banyak perubahan dalam diri kita.
Mulai dari sikap, perilaku, dan paradigma dalam memandang hidup dan kehidupan.
Mestinya ini semua menjadi bekal untuk melakukan perubahan di masa depan.
Mampu mengantarkan hidup kita ke arah yang lebih baik.
Kehidupan yang kita lalui kini masih sulit.
Beban yang kita pikul semakin berat.
Sebagai bangsa, belum juga bisa keluar dari krisis multi dimensi.
Cukup pelik.
Pekerjaan kian sulit dicari.
Harga membumbung naik.
Angka pengangguran masih tinggi.
Bencana alam silih berganti.
Kejahatan masih merajalela.
Nilai-nilai luhur yang mestinya dijunjung tinggi, tidak diindahkan lagi.
Nyawa yang begitu mahal dan berharga, oleh semua agama dan ideologi,
kini menjadi taruhan yang sangat murah sekali.
Dari layar TV dan media kita saksikan peristiwa pembunuhan.
Menjadikan bulu kuduk berdiri.
Anak membantai ayah bundanya.
Suami mencincang istri.
Tetangga membunuh tetangga.
Saudara menggorok leher saudaranya.
Motifnya sama ....
lemah aqidah dan ekonomi.
Kita semua mesti bangkit untuk mengatasi semua kesulitan yang melanda bangsa ini.
Tidak akan pernah ada bekal terbaik
untuk menghadapi kondisi sulit ini
selain ketakwaan semata.
Di dalam lubuk hati umat Islam
mesti berkumandang
pernyataan tulus Khalifah Umar Ibnu Khattab ;
نَحْنُ قَوْمٌ أَعَزَّنَا الله بِالإِسْلاَم فَمَهْمَا ابْتَغَيْنَا العِزَّةَ بِغَيْرِ مَا أَعَزَّنَا اللهُ بِهِ أَذَلَّنَا اللهُ
رواه الحكم
“ Kita adalah umat yang telah dibikin berjaya oleh Allah
dengan bimbingan agama Islam.
Kalaulah (satu kali) kita ingin mencapai kejayaan lagi
dengan bimbingan selain agama Islam,
(sudah pasti)malah kehinaan yang akan ditimpakan Allah kepada kita.”
Di hari fitri.
Di tengah merayakan kemenangan besar.
Selesai melakukan pelatihan sebulan penuh.
Dalam nuansa kesucian masih terasa.
Di saat pikiran dan hati telah mengalami pencerahan oleh nilai-nilai ketakwaan.
Marilah kita menatap hari esok yang lebih baik.
Penuh optimisme.
Seorang Mukmin Muttaqin berpantang kehilangan asa.
Optimisme adalah harga mati.
Manakala kita ingin bangkit mengatasi berbagai kesulitan ini.
Allahu Akbar, walillahi l-hamdu.