YANG TIDAK DIANGKAT AMALNYA
YANG TIDAK DIANGKAT AMALNYA
SAUDARAKU! Semua kita pasti berharap agar pekerjaan kita dihargai oleh tuan, boss, maupun majikan kita. Itu adalah manusiawi. Sangat normal. Yang tidak baik adalah tidak bekerja, tapi minta dianggap bekerja dan beramal. Ini namanya pendusta.
Begitu juga kiranya kita sebagai "hamba Allah". Kita belajar, mengajar, shalat, puasa, zakat, haji, dlsb, adalah untuk persiapan dan bekal kita mengadap Allah. Dan kita tidak mau jika semua yang kita kerjakan sia-sia. Benar bukan? Kita ingin belajar kita berbuah ilmu. Kita berharap ilmu kita bermanfaat. Kita berharap shalat kita bisa mencegah kita dari berbuat keji dan munkar. Kita pun ingin puasa kita mengantarkan kita kepada tangga ketakwaan. Zakat yang kita keluarkan diharapkan menjadi "penyuci" jiwa dan pengembang harta. Haji yang kita kerjakan diinginkan agar menjadi "hujjah" (alasan kempurnaan pengabdian) kita di hadapan Allah. Itu sangat manusiawi. Karena jerih-payah kita memang tidak ingin sia-sia.
*****
Tapi jangan lupa saudaraku, bahwa semua amal dan pekerjaan kita harus ada dasarnya. Dasarnya adalah ilmu. Agar amal-amal kita diangkat, naik ke langit, sampai menghadap Allah. Ini lah amal-amal yang maqbul (diterima oleh Allah). Apapun yang kita kerjakan kalau tanpa ilmu, maka akan sia-sia. Untuk itulah, kali ini izinkan aku menyampaikan satu riwayat menarik mengenai ilmu. Ilmu yang harus kita waspadai, sebagai dasar keimanan dan amal saleh, jangan sampai ilmu itu tidak membuahkan apa-apa. Marilah kita amati riwayat berikut:
Abu Sa`id ibn al-Hasan ibn Muhammad ibn Abdillah, seorang penulis di Aspahan, dia mengatakan bahwa al-Qadi Abu Bakr Muhammad ibn `Umar ibn Salam al-Hafizh berkisah bahwa Abdullah ibn Imran al-Najjar berkata kepadanya bahwa Ibrahim ibn Sa`id menceritakan dari al-Hasan ibn Bisyr dari bapaknya, dari Sufyan al-Tsauri, dari Tsuwair ibn Abi Fakhitah, dan Yahya ibn Ja`dah, dari Imam Ali ibn Abi Thalib, beliau berkata:
"Wahai para pembawa panji ilmu! Amalkanlah ilmu kalian. Sungguh, yang disebut dengan orang Alim (yang banyak ilmu) adalah yang mengamalkan ilmunya. Akan datang satu golongan manusia, yaitu orang-orang yang banyak ilmunya, tapi hanya untuk berbangga-bangga dengan kawan-kawannya. Sehingga, ada seorang yang marah kepada temannya karena duduk bersama orang lain. Mereka itu lah yang amal-amalnya tidak naik ke atas langit."
*****
Jadi, saudaraku! Ilmu itu harus diamalkan. Ilmu buahnya adalah amal. Pepatah Arab mengingatkan kita, "al-`Ilm bilaa `amalin kasyajarin bilaa tsamarin" (ilmu yang tidak diamalkan laksana pohon tanpa buah). Begitulah, kita punya ilmu berarti hanya sebatas memiliki pohon. Dan pohon jika tidak berbuah artinya tidak bermanfaat. Bagaimana mungkin ilmu kita seperti itu. Bagaimana bisa kita berbangga dengan banyaknya ilmu, padahal tak satu pun ilmu yang kita miliki kita amalkan.
Akibatnya sangat luar biasa, saudaraku! Amal-amal kita tidak diangkat ke haribaan Allah, jika ilmu yang kita miliki hanya sekadar bersarang dalam "batok kepala kita". Hanya sebagai nutrisi kognitif kita. Tidak lebih. Lebih parah lagi, ilmu yang kita miliki menjadikan kita orang-orang yang sombong. Padahal ilmu yang kita miliki jika dibandingkan dengan ilmu orang lain sangat mungkin tidak ada apa-apanya.
Konon lagi jika dibandingkan dengan ilmu Sang Maha Berilmu (al-`Alim). Duh...seperti burung camar di lautan. Sepertinya dia ingin menyedot seluruh air laut, tapi ketika sampai hanya ujung pelatuknya saja yang menyentuh air laut yang luas itu. Air laut tidak bergeming, tidak berkurang, tidak ada yang susut. Begitu mungkin ilmu kita. Karena memang, kata Allah, ilmu kita hanya sedikit, "Dan tidaklah kalian diberi ilmu kecuali sedikit saja." (Qs. al-Isra` [17]: 85). Buktinya, kata Allah, kita tidak tahu apa hakikat ruh sebenarnya.
*****
Itu makanya, seorang sahabat agung, Abdullah ibn Mas`ud berpesan kepada kita, "Belajarlah, belajarlah. Dan jika kalian usai belajar, maka amalkanlah." Untuk apa? Agar ilmu kita berbuah amal. Agar ilmu kita tak sia-sia. Agar kita sadar diri. Agar kita tidak sombong. Agar kita saling menghargai dan saling mengisi. Agar kita mau terus belajar. Dan, supaya amal-amal kita diangkat ke langit, diterima oleh Allah. [Q]
(dari : sahabatku Qosim Nursheha Dzulhadi)