BERANGAN-ANGANLAH
BERANGAN-ANGANLAH
Saya, anda dan kita semua pasti punya angan-angan. Angan-angan yang membuat kita tegar menghadang getirnya hidup ini. Tentunya, bukan sekedar angan-angan kosong atau angan-angan panjang yang tercela…Tapi angan-angan yang melahirkan asa dan mendesak untuk terus berjuang dan berusaha. Sekali lagi, angan-angan di sini adalah angan-angan yang memantik lahirnya sebuah harapan…
Bagi kita, angan-angan tidak hanya setakat penggelora semangat. Angan-angan bahkan dapat bernilai sebuah ibadah. Yakni, jika ditujukan pada sesuatu yang dapat mengundang ridha Allah. Angan-angan masuk surga dan memandang wajahNya yang mulia, misalnya. Ia bukan hanya menjadi motor motivasi dasyat bagi hamba untuk beramal. Bahkan zat angan itu pun telah mewujud sebuah ibadah. Sebab sarana untuk menegakkan ibadah, ditakar sebagai ibadah pula. Dan inilah kiranya rahasia keajaiban iman para sahabat Rasulullah SAW dan kaum shalihin. Angan-angan surga begitu meresap dalam jiwa mereka. Hingga dunia ini, dalam kamus mereka, tidak lagi boleh bersemayam dalam hati. Cukup dalam genggaman saja. Setiap saat ia boleh dilepas. Jika memang mendukung tergapainya angan-angan surga itu.
Nah, perkara angan-angan ini, al-Hafidz Abu Nu’aim meriwayatkan dalam kitabnya, Hilyah al-Auliya’, I/309 (al-Maktabah al-Syamilah), dari Abdur Rahman bin al-Zinad dari bapaknya: “Pernah berkumpul empat orang di Hijr Ismail (samping Ka’bah). Mereka adalah Mus’ab bin al-Zubair, Urwah bin al-Zubair, Abdullah bin al-Zubair, dan Abdullah bin Umar. Mereka berkata: “Berangan-anganlah!”. Abdullah bin al-Zubair berkata: “Aku berangan-angan menjadi seorang khalifah”. Urwah menimpali: “Kalau aku berangan-angan menjadi seorang ‘Alim, dimana orang-orang akan menimba ilmu dariku”. Mus’ab pun menambahkan: “Aku berangan-angan menjadi gubernur Iraq dan menikahi Aisyah binti Tholhah dan Sakinah binti al-Hasan”. Adapun Abdullah bin Umar, beliau berkata: “Aku berangan-angan sekiranya Allah Ta'ala mengampuniku…”. Perawi kisah ini berkata: “Akhirnya masing-masing dari ketiganya memperoleh apa yang diangan-angankan. Dan semoga Abdullah bin Umar pun telah diampuni baginya”.
Subhanallah… Membaca kisah ini aku terenyuh sekaligus sadar. Bahwa ternyata dalam hidup ini, banyak angan-angan kita yang telah Allah Ta’ala wujudkan. Kendati awalnya kita merasa ragu… seperti kisah di atas. Bayangkan, para sahabat yang merenda angan itu begitu optimis. Padahal, kondisi mereka di Mekkah masih sangat lemah. Terintimidasi dan terzalimi. Namun ada satu kekuatan dalam jiwa mereka disamping kerja keras. Husnud dzon atau sangka baik pada Allah Ta’ala. Bahwa jika Allah berkehendak, tidak ada satu makhluk pun sanggup merintangi. Hingga akhirnya, angan-angan mereka itu, kendati saat itu masih dalam khayal, menjadi kenyataan. Dalam urusan duniawi sekalipun Allah kabulkan. Terlebih jika berkaitan dengan perkara ukhrawi… seperti yang di-angankan Abdullah bin Umar ra. Sungguh merupakan angan-angan yang mulia…
Rahasianya di sini adalah sangka baik pada Allah. Bahwa Allah Ta’ala bersama persangkaan hamba padaNya, seperti disebutkan dalam hadits riwayat imam Bukhari dan Muslim. Dan sangka baik itu, selaras dengan upaya maksimal serta rasa takut akan luput darinya. Maka siapa yang meng-angankan keampunan dan surga, baginya kesungguhan dalam iman dan amal shalih. Nabi SAW bersabda: “Siapa yang khawatir disergap musuh di waktu sahur, dia akan menghindarkan diri sejak awal malam. Siapa yang menyelamatkan dirinya sejak awal, ia akan sampai ke tujuannya. Ketahuilah, barang dagangan Allah itu mahal. Ketahuilah, barang dagangan Allah itu surga”. (HR. at-Tirmidzi). Tatkala turun ayat, surah al-Mukminun : 57-61: “Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (adzab) Rabb mereka. Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka. Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Rabb mereka (sesuatu apapun). Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” Aisyah ra lalu bertanya pada Rasulullah SAW: “Apakah mereka adalah orang yang menenggak minuman keras, berzina, dan mencuri?” Rasulullah SAW menjawab: “Tidak wahai putri Ash-Shiddiq. Mereka adalah orang-orang yang berpuasa, shalat, dan bersedekah. Namun khawatir kalau amalan yang mereka lakukan itu tidak diterima oleh Allah. Mereka itu orang yang sebenarnya berlomba berbuat amal kebaikan”. (HR. at-Tirmidzi).
Di samping itu, hati-hati dari angan-angan jelek. Begitu banyak orang-orang sengsara lantaran angan-angan buruk. Tidak hanya bagi yang terwujud angan-angan buruknya itu. Bahkan, sekedar angan-angan pun, kendati tidak terkabul, pelakunya bisa mendapat ganjaran buruk.
Imam Ahmad dan at-Tirmidzi meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh dunia ini dihuni empat jenis hamba: Pertama, hamba yang Allah anugerahi harta dan ilmu hingga keduanya menjadi perantara untuk bertakwa kepada Allah, menyambung silaturahmi, dan mengetahui hak-hak Allah. Inilah sebaik-baik golongan. Kedua, hamba yang Allah anugerahi ilmu namun tidak diberi harta, maka dia berangan-angan: “Andai aku punya harta, tentu aku akan beramal seperti amalanya si fulan (golongan pertama)”. Hamba ini pahalanya sama dengan yang pertama. Ketiga, hamba yang Allah anugerahi harta namun tidak diberikan ilmu, maka dia pergunakan harta itu seenaknya tanpa ilmu, dan tidak takut pada Allah akannya, tidak juga menyambung silaturahmi, dan bahkan tidak mengetahui hak-hak Allah padanya. Inilah seburuk-buruk golongan. Keempat, hamba yang tidak dianugerahi harta dan tidak pula diberi ilmu, maka dia berangan-angan: “Andai aku punya harta tentu aku akan berfoya-foya seperti si fulan (golongan ketiga)”. Golongan ini dosanya sama dengan ketiga”.
Duhai, betapa sialnya golongan keempat itu. Sengsara di dunia dan hina di akhirat. Di dunia ia tidak memperoleh apa-apa, lalu di akhirat mendapat siksa lantaran angan-angan buruknya. Bukan karena ia melakukan apa yang dikerjakan golongan ketiga. Namun karena ia berangan-angan melakukan sebagaimana yang dia kerjakan. Percayakah kita, bahwa bisa saja pada hari kiamat kelak kita temukan seorang yang nampak bersih dan jujur tiba-tiba mengusung dosa seberat para koruptor kelas kakap? Yah, bisa saja. Boleh jadi orang itu berangan-angan, jika menjadi seorang pejabat, ia pun akan mencuri seperti para koruptor itu…
Hmm, sekarang tergantung kita. Apa yang akan kita angan-angankan dalam hidup ini? Angan-angan yang membawa pada kemuliaan di dunia dan akhirat atau sebaliknya. Melarat di dunia, dan terlunta di negeri akhirat…Olehnya, mumpung tidak bayar, berangan-anganlah…!!
Rappung Samuddin
Makassar, 30 November 2010
(kiriman dari sahabatku Rappung Samuddin)
Saya, anda dan kita semua pasti punya angan-angan. Angan-angan yang membuat kita tegar menghadang getirnya hidup ini. Tentunya, bukan sekedar angan-angan kosong atau angan-angan panjang yang tercela…Tapi angan-angan yang melahirkan asa dan mendesak untuk terus berjuang dan berusaha. Sekali lagi, angan-angan di sini adalah angan-angan yang memantik lahirnya sebuah harapan…
Bagi kita, angan-angan tidak hanya setakat penggelora semangat. Angan-angan bahkan dapat bernilai sebuah ibadah. Yakni, jika ditujukan pada sesuatu yang dapat mengundang ridha Allah. Angan-angan masuk surga dan memandang wajahNya yang mulia, misalnya. Ia bukan hanya menjadi motor motivasi dasyat bagi hamba untuk beramal. Bahkan zat angan itu pun telah mewujud sebuah ibadah. Sebab sarana untuk menegakkan ibadah, ditakar sebagai ibadah pula. Dan inilah kiranya rahasia keajaiban iman para sahabat Rasulullah SAW dan kaum shalihin. Angan-angan surga begitu meresap dalam jiwa mereka. Hingga dunia ini, dalam kamus mereka, tidak lagi boleh bersemayam dalam hati. Cukup dalam genggaman saja. Setiap saat ia boleh dilepas. Jika memang mendukung tergapainya angan-angan surga itu.
Nah, perkara angan-angan ini, al-Hafidz Abu Nu’aim meriwayatkan dalam kitabnya, Hilyah al-Auliya’, I/309 (al-Maktabah al-Syamilah), dari Abdur Rahman bin al-Zinad dari bapaknya: “Pernah berkumpul empat orang di Hijr Ismail (samping Ka’bah). Mereka adalah Mus’ab bin al-Zubair, Urwah bin al-Zubair, Abdullah bin al-Zubair, dan Abdullah bin Umar. Mereka berkata: “Berangan-anganlah!”. Abdullah bin al-Zubair berkata: “Aku berangan-angan menjadi seorang khalifah”. Urwah menimpali: “Kalau aku berangan-angan menjadi seorang ‘Alim, dimana orang-orang akan menimba ilmu dariku”. Mus’ab pun menambahkan: “Aku berangan-angan menjadi gubernur Iraq dan menikahi Aisyah binti Tholhah dan Sakinah binti al-Hasan”. Adapun Abdullah bin Umar, beliau berkata: “Aku berangan-angan sekiranya Allah Ta'ala mengampuniku…”. Perawi kisah ini berkata: “Akhirnya masing-masing dari ketiganya memperoleh apa yang diangan-angankan. Dan semoga Abdullah bin Umar pun telah diampuni baginya”.
Subhanallah… Membaca kisah ini aku terenyuh sekaligus sadar. Bahwa ternyata dalam hidup ini, banyak angan-angan kita yang telah Allah Ta’ala wujudkan. Kendati awalnya kita merasa ragu… seperti kisah di atas. Bayangkan, para sahabat yang merenda angan itu begitu optimis. Padahal, kondisi mereka di Mekkah masih sangat lemah. Terintimidasi dan terzalimi. Namun ada satu kekuatan dalam jiwa mereka disamping kerja keras. Husnud dzon atau sangka baik pada Allah Ta’ala. Bahwa jika Allah berkehendak, tidak ada satu makhluk pun sanggup merintangi. Hingga akhirnya, angan-angan mereka itu, kendati saat itu masih dalam khayal, menjadi kenyataan. Dalam urusan duniawi sekalipun Allah kabulkan. Terlebih jika berkaitan dengan perkara ukhrawi… seperti yang di-angankan Abdullah bin Umar ra. Sungguh merupakan angan-angan yang mulia…
Rahasianya di sini adalah sangka baik pada Allah. Bahwa Allah Ta’ala bersama persangkaan hamba padaNya, seperti disebutkan dalam hadits riwayat imam Bukhari dan Muslim. Dan sangka baik itu, selaras dengan upaya maksimal serta rasa takut akan luput darinya. Maka siapa yang meng-angankan keampunan dan surga, baginya kesungguhan dalam iman dan amal shalih. Nabi SAW bersabda: “Siapa yang khawatir disergap musuh di waktu sahur, dia akan menghindarkan diri sejak awal malam. Siapa yang menyelamatkan dirinya sejak awal, ia akan sampai ke tujuannya. Ketahuilah, barang dagangan Allah itu mahal. Ketahuilah, barang dagangan Allah itu surga”. (HR. at-Tirmidzi). Tatkala turun ayat, surah al-Mukminun : 57-61: “Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (adzab) Rabb mereka. Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka. Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Rabb mereka (sesuatu apapun). Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” Aisyah ra lalu bertanya pada Rasulullah SAW: “Apakah mereka adalah orang yang menenggak minuman keras, berzina, dan mencuri?” Rasulullah SAW menjawab: “Tidak wahai putri Ash-Shiddiq. Mereka adalah orang-orang yang berpuasa, shalat, dan bersedekah. Namun khawatir kalau amalan yang mereka lakukan itu tidak diterima oleh Allah. Mereka itu orang yang sebenarnya berlomba berbuat amal kebaikan”. (HR. at-Tirmidzi).
Di samping itu, hati-hati dari angan-angan jelek. Begitu banyak orang-orang sengsara lantaran angan-angan buruk. Tidak hanya bagi yang terwujud angan-angan buruknya itu. Bahkan, sekedar angan-angan pun, kendati tidak terkabul, pelakunya bisa mendapat ganjaran buruk.
Imam Ahmad dan at-Tirmidzi meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh dunia ini dihuni empat jenis hamba: Pertama, hamba yang Allah anugerahi harta dan ilmu hingga keduanya menjadi perantara untuk bertakwa kepada Allah, menyambung silaturahmi, dan mengetahui hak-hak Allah. Inilah sebaik-baik golongan. Kedua, hamba yang Allah anugerahi ilmu namun tidak diberi harta, maka dia berangan-angan: “Andai aku punya harta, tentu aku akan beramal seperti amalanya si fulan (golongan pertama)”. Hamba ini pahalanya sama dengan yang pertama. Ketiga, hamba yang Allah anugerahi harta namun tidak diberikan ilmu, maka dia pergunakan harta itu seenaknya tanpa ilmu, dan tidak takut pada Allah akannya, tidak juga menyambung silaturahmi, dan bahkan tidak mengetahui hak-hak Allah padanya. Inilah seburuk-buruk golongan. Keempat, hamba yang tidak dianugerahi harta dan tidak pula diberi ilmu, maka dia berangan-angan: “Andai aku punya harta tentu aku akan berfoya-foya seperti si fulan (golongan ketiga)”. Golongan ini dosanya sama dengan ketiga”.
Duhai, betapa sialnya golongan keempat itu. Sengsara di dunia dan hina di akhirat. Di dunia ia tidak memperoleh apa-apa, lalu di akhirat mendapat siksa lantaran angan-angan buruknya. Bukan karena ia melakukan apa yang dikerjakan golongan ketiga. Namun karena ia berangan-angan melakukan sebagaimana yang dia kerjakan. Percayakah kita, bahwa bisa saja pada hari kiamat kelak kita temukan seorang yang nampak bersih dan jujur tiba-tiba mengusung dosa seberat para koruptor kelas kakap? Yah, bisa saja. Boleh jadi orang itu berangan-angan, jika menjadi seorang pejabat, ia pun akan mencuri seperti para koruptor itu…
Hmm, sekarang tergantung kita. Apa yang akan kita angan-angankan dalam hidup ini? Angan-angan yang membawa pada kemuliaan di dunia dan akhirat atau sebaliknya. Melarat di dunia, dan terlunta di negeri akhirat…Olehnya, mumpung tidak bayar, berangan-anganlah…!!
Rappung Samuddin
Makassar, 30 November 2010
(kiriman dari sahabatku Rappung Samuddin)