Perlukah Membedah Karya Sastra?
Esay: Perlukah Membedah Karya Sastra?
Oleh: Ady Azzumar
Di muat di Koran Sriwijaya Post, Minggu 09 Mei 2010
Karya sastra tak selamanya itu sempurna, baik puisi, novel, roman dan cerpen. Karena tanpa kita sadari, setelah usai membaca karya-karya yang telah disuguhkan baik dalam bentuk buku atau dalam bentuk media cetak (rubrik budaya), maka akan ada bentuk komentar dalam pikiran kita.
Membedah karya sastra sama halnya sebuah ulasan; kupasan, tafsiran, ungkapan tentang keadaan atau beberapa patah kata yang merupakan bagian kalimat. Ragam kesusatraan atau bentuk bahasa, kadang-kadang tertulis, yang teksnya disusun dan diolah dengan tujuan memperoleh kepuasan estetis; ditandai oleh pemakaian kata dengan cara yang hati-hati, sering juga cermat dan mempergunakan alat-alat gramatrikal maupun stilistis tertentu; dalam ragam tak tertulis mempunyai kesamaan dengan ragam resmi dalam bahasa lisan.
Sebenarnya, bahwa kesanggupan memahami sesuatu karya satra itu amat bergantung kepada kebiasaan, inteligensi dan kepekaan dari seseorang pembaca itu pula. Tanpa itu akan sulit bagi kita buat memahami ataupun menikmati kesusastraan. Karya sastra yang terpenting bukanlah hanya amanatnya, isinya, pesan-pesan pengarangnya, sikap sastrawannya melainkan pula bagaimana semua itu disampaikan oleh pengarang dalam buah karyanya? Disinalah justru sering dijatukan penilaian itu, apakah karyanya tersebut mencapai, ataukah tidak mencapai mutu kesusastraan?
Apa saja yang perlu di bedah?
Pertama kandungan unsur bentuk redaksi; yaitu cara mengungkapkan sesuatu dengan kata, frase, atau kalimat sehingga membentuk wacana. Kedua kandungan unsur plagiat; yaitu pencurian karangan orang lain. Seperti yang pernah digembar-gemborkan sebuah karya: Buya Hamka “Tenggelamnya Kapal Van Derwick” adalah dikatakan sebuah plagiat dari penulis luar negri. Ketiga kandungan unsur narasi; yaitu suatu bentuk penuturan yang bertujuan menyampaikan rangkaian kejadian demi kejadian. Dengan kata lain, bentuk penuturan ini hendak memenuhi keingintahuan orang yang selalu bertanya-tanya, “Apa yang terjadi?”. Kempat kandungan unsur gaya bahasa; yaitu pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, dan keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis satra. Kelima kandungan unsur epigon; pengekor atau pembuntut. Yaitu pengarang yang membangun dan melanjutkan perkembangan hasil seni seniman-senian sebelumnya. Epigon selalu memuji-muji dan membangga-banggakan pengarang yang dianutnya. Keenam kandungan unsur diksi. Sebenarnya pilihan kata tidak hanya mempersoalkan ketepatan pilihan kata, tetapi juga mempersoalkan apakah kata yang dipilih itu dapat juga diterima atu tidak meruasak suasana yang ada. Sebuah kata yang tepat untuk menyaatkan suatu maksud tertentu, belum tentu dapat diterima oleh para pembaca. Dan terakhir tipografi: yaitu bentuk pola sebuah karya itu sendiri.
Manfaat:
Banyak hal manfaat dari membedah sebuah karya sastra iru sendiri, diantaranya: Menganalisa karya sastra berdasarkan apa yang tidak dinyatakan secara tertulis, yang dapat ditangkap dengan perasaan dan pikiran pembaca atau penganalisa. Analisa yakni studi atau penyelidikan tentang berbagai unsur yang ada dalam suatu hasil karya sastra. Analisa sendiri dibagi menjadi dua unsur yaitu analisa unsur yang tersurat (cara bercerita, tokoh-tokoh, alur, panorama) dan analisa unsur yang tersurat (tema, alur peristiwa, nada dan suasana)
Kebebasan hak memiliki untuk mengkritiki sastra yaitu penilaian tentang isi dan bentuk karya sastra dari pandangan ilmu dan seni.
Bahan sebuah esai ulasan: yaitu esai yang membentangkan, menguraikan pendapat dan perasaan tentang sesuatu hal dalam bidang kebudayaan kesenian. Esai ini selain mengandung unsur mengajar dan memberi tahu, juga mengandung unsur penggerak hati, yaitu mempengaruhi pembaca supaya segagasan, sependapat, sepaham atau seperasaan dengan penulis.
Memberikan sebuah apresiasi yaitu memberikan penilaian tepat dan menghargai sastra berdasarkan pengertian tepat tentang nilainya. Dan tekahir menjadikan kita peka terhadap karya-karya sastra.
(dari : sahabat FB Ady Azzumar)
Oleh: Ady Azzumar
Di muat di Koran Sriwijaya Post, Minggu 09 Mei 2010
Karya sastra tak selamanya itu sempurna, baik puisi, novel, roman dan cerpen. Karena tanpa kita sadari, setelah usai membaca karya-karya yang telah disuguhkan baik dalam bentuk buku atau dalam bentuk media cetak (rubrik budaya), maka akan ada bentuk komentar dalam pikiran kita.
Membedah karya sastra sama halnya sebuah ulasan; kupasan, tafsiran, ungkapan tentang keadaan atau beberapa patah kata yang merupakan bagian kalimat. Ragam kesusatraan atau bentuk bahasa, kadang-kadang tertulis, yang teksnya disusun dan diolah dengan tujuan memperoleh kepuasan estetis; ditandai oleh pemakaian kata dengan cara yang hati-hati, sering juga cermat dan mempergunakan alat-alat gramatrikal maupun stilistis tertentu; dalam ragam tak tertulis mempunyai kesamaan dengan ragam resmi dalam bahasa lisan.
Sebenarnya, bahwa kesanggupan memahami sesuatu karya satra itu amat bergantung kepada kebiasaan, inteligensi dan kepekaan dari seseorang pembaca itu pula. Tanpa itu akan sulit bagi kita buat memahami ataupun menikmati kesusastraan. Karya sastra yang terpenting bukanlah hanya amanatnya, isinya, pesan-pesan pengarangnya, sikap sastrawannya melainkan pula bagaimana semua itu disampaikan oleh pengarang dalam buah karyanya? Disinalah justru sering dijatukan penilaian itu, apakah karyanya tersebut mencapai, ataukah tidak mencapai mutu kesusastraan?
Apa saja yang perlu di bedah?
Pertama kandungan unsur bentuk redaksi; yaitu cara mengungkapkan sesuatu dengan kata, frase, atau kalimat sehingga membentuk wacana. Kedua kandungan unsur plagiat; yaitu pencurian karangan orang lain. Seperti yang pernah digembar-gemborkan sebuah karya: Buya Hamka “Tenggelamnya Kapal Van Derwick” adalah dikatakan sebuah plagiat dari penulis luar negri. Ketiga kandungan unsur narasi; yaitu suatu bentuk penuturan yang bertujuan menyampaikan rangkaian kejadian demi kejadian. Dengan kata lain, bentuk penuturan ini hendak memenuhi keingintahuan orang yang selalu bertanya-tanya, “Apa yang terjadi?”. Kempat kandungan unsur gaya bahasa; yaitu pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, dan keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis satra. Kelima kandungan unsur epigon; pengekor atau pembuntut. Yaitu pengarang yang membangun dan melanjutkan perkembangan hasil seni seniman-senian sebelumnya. Epigon selalu memuji-muji dan membangga-banggakan pengarang yang dianutnya. Keenam kandungan unsur diksi. Sebenarnya pilihan kata tidak hanya mempersoalkan ketepatan pilihan kata, tetapi juga mempersoalkan apakah kata yang dipilih itu dapat juga diterima atu tidak meruasak suasana yang ada. Sebuah kata yang tepat untuk menyaatkan suatu maksud tertentu, belum tentu dapat diterima oleh para pembaca. Dan terakhir tipografi: yaitu bentuk pola sebuah karya itu sendiri.
Manfaat:
Banyak hal manfaat dari membedah sebuah karya sastra iru sendiri, diantaranya: Menganalisa karya sastra berdasarkan apa yang tidak dinyatakan secara tertulis, yang dapat ditangkap dengan perasaan dan pikiran pembaca atau penganalisa. Analisa yakni studi atau penyelidikan tentang berbagai unsur yang ada dalam suatu hasil karya sastra. Analisa sendiri dibagi menjadi dua unsur yaitu analisa unsur yang tersurat (cara bercerita, tokoh-tokoh, alur, panorama) dan analisa unsur yang tersurat (tema, alur peristiwa, nada dan suasana)
Kebebasan hak memiliki untuk mengkritiki sastra yaitu penilaian tentang isi dan bentuk karya sastra dari pandangan ilmu dan seni.
Bahan sebuah esai ulasan: yaitu esai yang membentangkan, menguraikan pendapat dan perasaan tentang sesuatu hal dalam bidang kebudayaan kesenian. Esai ini selain mengandung unsur mengajar dan memberi tahu, juga mengandung unsur penggerak hati, yaitu mempengaruhi pembaca supaya segagasan, sependapat, sepaham atau seperasaan dengan penulis.
Memberikan sebuah apresiasi yaitu memberikan penilaian tepat dan menghargai sastra berdasarkan pengertian tepat tentang nilainya. Dan tekahir menjadikan kita peka terhadap karya-karya sastra.
(dari : sahabat FB Ady Azzumar)